Kamis, 04 Juni 2009

DEPRESI DAN PENANGANANNYA





Oleh dr Endro Suprayitno Sp
.KJ.



I. PENDAHULUAN

Depresi telah dicatat dan diketahui sudah sejak jaman masa lampau, diskripsi tentng apa yang dinamakan gangguan mood dapat ditemukan pada dokumen purbakala. Kira-kira tahun 400 SM. Hipokrates menggunakan istilah mania dan melankolis untuk menggambarkan gangguan mental ini. Di tahun 1854 Gules Folret menggambarkan suatu keadaan yang disebut falic circulaine, dimana pasien mengalami perubahan mood. Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset untuk gangguan depresi berat adalah pada usia 20 sampai 50 tahun, namun yang paling sering adalah pada usia 40 tahun. Depresi berat juga sering terjadi pada orang yang tidak menikah

Patogenesis depresi kenyataannya sampai saat ini masih membingungkan dan belumlah pasti sehingga banyak teori-teori semuanya timbul dan berkembang seiring dengan kemajuan bidang psikofarmakologi.

II. PENGERTIAN DEPRESI

Menurut Nasional Insitute of Mental Health (dalam Siswanto, 2002), gangguan depresi dipahami sebagai suatu penyakit tubuh yang menyeluruh (whole-body), yang meliputi tubuh, suasana perasaan dan pikiran. Ini berpengaruh terhadap cara makan dan tidur, cara seseorang merasa mengenai dirinya sendiri dan cara orang berpikir mengenai sesuatu. Gangguan depresi tidak sama dengan suasana murung (blue mood). Ini juga tidak sama dengan kelemahan pribadi atau suatu kondisi yang dapat dikehendaki atau diharapkan berlaku. Orang dengan penyakit depresi tidak dapat begitu saja ”memaksa diri mereka sendiri” dan menjadi lebih baik.

Harrington (1995) membedakan antara kesedihan dan depresi. Perasaan sedih adalah bagian pengalaman yang normal. Konsep depresi berbeda dengan kesedihan atau ketidakgembiraan. Ketidakgembiraan adalah komponen yang umum pada suasana perasaan depresif yang berkaitan dengan depresi, suasana depresif pada depresi direpresentasikan oleh gambaran seperti kekosongan emosi atau suatu perasaan datar atau tumpul. Perasaan ini mungkin bervariasi dalam tingkat keparahan dan menunjukkan variasi harian, memburuk pada suatu waktu pada hari itu atau pada waktu yang lainnya. Gejala lain yang berkaitan dengan suasana perasaan depresi adalah gejala anhedonia yaitu suatu ketidakmampuan untuk mendapatkan kenikmatan dari sesuatu yang sebelumnya telah disenangi.

Hawari (1997) memberikan definisi depresi sebagai sebuah gangguan pada alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan, sedih, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa, hilangnya rasa senang, merasa tidak berdaya, dan lemah.

Sue dkk (1986) mendefinisikan depresi sebagai suatu keadaan emosi yang mempunyai karakteristik seperti perasaan sedih, perasaan gagal dan tidak berharga, dan menarik diri dari orang lain ataupun lingkungan. Depresi menganggu suasana hati atau semangat, cara berpikir, fungsi tubuh dan menganggu perilaku. Davison & Neale (2002) menjelaskan depresi adalah suatu keadaan emosi yang ditandai dengan kesedihan yang sangat, perasaan tidak berharga dan perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain, susah tidur, kehilangan nafsu makan dan kesenangan terhadap aktivitas sehari-hari.

Leitenberg & Wilson (1986) menyatakan bahwa mereka yang depresi menunjukkan kontrol diri rendah, yaitu evaluasi diri yang negatif, harapan terhadap performance rendah, suka menghukum diri dan sedikit memberikan hadiah terhadap diri sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Beck (1985) yang menyatakan bahwa individu yang mengalami depresi karena pada awal perkembangannya ia memperoleh skema kognitif dengan karakteristik berupa rendahnya penilaian terhadap diri sendiri dan tidak adanya keyakinan mengenai masa depannya.

Burns (1988) lebih lanjut membedakan antara kesedihan dan depresi. Kesedihan adalah suatu emosi normal yang diciptakan oleh persepsi realistik yang menggambarkan suatu peristiwa negatif yang berhubungan dengan kehilangan atau kekecewaan, dengan cara yang tidak terdistorsi. Depresi adalah suatu penyakit yang selalu merupakan akibat dari pemikiran yang terdistorsi. Kesedihan melibatkan suatu luapan perasan dan oleh karenanya mempunyai batas waktu tertentu. Kesedihan juga tidak berhubungan dengan menurunnya harga diri. Depresi ”membeku”, cenderung bertahan atau terjadi berulangkali dan selalu melibatkan kehilangan harga diri.

III. KRITERIA DIAGNOSIS

Akhir akhir ini depresi dimasukkan ke dalam gangguan suasana perasaan (gangguan afektif/mood). Kerlainan fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan ( mood ) atau afek dan biasanya ke arah depresi dengan atau tanpa ansietas yang menyertai atau dapat juga sebaliknya yaitu ke arah elasi (suasana pertasaan yang meningkat). Perubahan afek ini biasanya disertai dengn suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktifitas dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.

GANGGUAN AFEKTIF EPISODE DEPRESI

Gejala utama :

Baik pada derajat ringan, sedang dan beraat adalah : afek depresi kehilangn minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas

Gejala lainnya:

Konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan berkurang atau berlebihan.

1. Episode depresi ringan

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut diatas , ditambah sekurang-kurangnya dua dari gejala lainnya, tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya, lamanya seluruh episod berlangsung sekurang-kurangnya sekitar dua m,inggu, hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasanya dilakukannya, dengan atau tanpa gejala somatik.

2. Episod depresi sedang

Sekurang-kurangnya harus ada dua atau tiga gejela utama depresi seperti pada episod depresi ringan, ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) dari gejala lainnya, lamanya seluruh episode berlangsung minimem sekitar dua minggu, menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga, dengan atau tanpa gejala somatik.

3. Episode depresi berat tanpa gejala psikotik

Semua 3 gejala utama depresi harus ada ditambah sekurang kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat, bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psiko motor) yang mencolok, maka pasien mungkin tiudak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.

Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.

- Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.

- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga kecuali pada tarap yang sangat terbatas.

4. Episode depresi berat dengan gejala psikotik

- Episode depresi berat yang memenuhi kriteria depresi berat.

- Dengan disertai waham, halusinasi atau stupor depresif, waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam diri pasien, merasa bertanggung jawab atas hal tersebut. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

- Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek

5. Distimia

Adalah suatu keadaan depresi kronis dari suasana perasaan dengan ciri utama adanya depresi suasana perasaan yang berlangsung sangat lama tetapi tidak pernah atau jarang sekali mengalami ke tingkat yang parah. Biasanya terjadi dalam masa kehidupan dewasa dini dan berlangsung sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

IV. DEPRESI DAN AKTIFITAS AKSIS HPA

Sampai saat ini hubungan antara etiologi, gejala, proses biokimia yang mendasarinya, respon terhadap terapi masih belum cukup dipahami dengan baik dan bahkan masih membingungkan. Banyak teori-teori yang mencoba mengungkapkan masalah gangguan suasana perasaan ini diantaranya adalah teori aktifitas aksis HPA.

Dalam kehidupan sehari – hari orang tidak pernah bebas dari stres baik pisik maupun piskis. Persepsi orang terhadap stres yang sama bisa berbeda, hal ini dipengharuhi faktor bawaan dan lingkungan serta pengalaman hidup setiap individu. Oleh karena itu respon terhadap suatu stres juga beda. Dengan mekanisme aktifitas aksis HPA (Hipotalamus-Pituitari-Adrenal) keadaan stres sampai keadaan depresi dapat dipaparkan. Dengan adanya stres akan merangsang timbulnya respon aksis HPA. Respon aksis HPA ini akan segera hilang dan normal berkat adanya mekanisme umpan balik negatif lewat kortisol yang mencapai reseptornya di hipotalamus dan atau hipokampus. Bagaimanapun besarnya atau lamanya stres berlangsung tidak akan mengganggu homeostatis apabila mekanisme umpan balik tersebut masih berfungsi normal. Peningkatan sekresi CRF sebagai respon terhadap stres akan memacu kegiatan neuron LC yang selanjutnya akan mengaktifkan sistem adrenergik ini akan memberikan umpan balik negatif dari reaksi aksis HPA sehingga akibatnya kegiatan aksis ini akan menurun kembali.

Disamping itu peningkatan sistem adrenergik akan meningkatkan reflek simpati adrenal untuk melepaskan adrenalin dan non adrenalin yang akan membangkitkan orang untuk bersiaga menghadapi segala kemungkinan-kemungkinan yang mengancam homeostatisnya. Pada tingkat ini gejala pskiatri yang muncul adalah reaksi cemas atau anxietas dan ditandai dengan penurunan kegiatan sistem saraf GABANERGIK dan sebaliknya peningkatan sistem saraf adrenergik dan sertonergik daan aksis HPA. Stres yang berlangsung terus menerus dan berkepanjangan pada suatu ketika tidak lagi mampu di kompensasi oleh mekanisme umpan balik negatif dari aksis HPA ini dan akibatnya degenerasi neuron-neuron yang rentan terhadap peningkatan kadar korsitol secara berlebihan. Neuron-neuron yang rentan terhadap kortisol justru neuron yang mengandung reseptor kortisol, serabut serotin dan noradrenalin dengan sendirinya akan mengakibatkan rusaknya mekanisme umpan balik aksis HPA ini.

V. SEJARAH ANTI DEPRESAN

Dengan ditemukannya sifat anti depresan dari imipramin pada tahun 1957 merupakan sejarah baru awal berkembangnya psikofarmaka. Untuk depresi imipramin, amitriptilin dan clompramin kemudian di masukkan kedalam golongan antidepresan trisiklik. Kemudian tidak beberapa lama sesudah itu ditemukan anti depresan Mono Amine Oxidase Inhibitors (MAOIs). Kedua golongan ini adalah anti depresan yang sangat efektif tetapi memiliki efek samping yang tidak menguntungkan. Antidepresan trisiklik memiliki insiden kordiotoksis dan efek samping kolinergik dan dosis letal yang rendah. Sedangkan MAOIs dapat menyebabkan krisis hipertensi jika dikombinasi dengan agen-agen simpatomimetik baik dari obat-obatan lain ataupun makanan yang mengandung tiramin.

Pada dekade 80 an ditemukan antidepresan golongan selektif Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) dan Reversible Inhibitors Of Monoamine Oksidase tipe A (RIMAs) yang memberikan efek samping anti kolinergik dan toksisitas yang lebih minimal di bandingkan anti depresan terdahulu. Meskipun begitu masih ditemukan adanya efek samping lain pada golongan SSRIs ini seperti terganggunya libido, akumulasi pada paru-paru dan interaksi dengan Cytocromer P450.

Sekarang ini ditemukan tianeptin antidepresan baru yang mekanisme kerjanya mempercepat reuptake dari serotonin (SSREs). Golongan ini mekanisme kerjanya mempercepat pengembalian kembali serotonin celah sinap. Dengan demikian akan memacu umpan balik aksis HPA dan pada akhirnya meningkatkan serotonin baru pada celah sinap. Disamping itu tianeptin tidak di metabolisme melalui sitokrom P450 dan tidak memberi efek akumulasi pada paru-paru.

VI. PEMILIHAN OBAT ANTI DEPRESAN

TCAS atau trisikilk mempunyai efek samping dan kardiologik yang besar. Oleh karena itu sebaiknya di berikan pada pasien usia muda yang lebih dapat mentolerir efek samping tersebut. Sampai sekarang golongan ini masih banyak dipakai psikiater untuk mengatasi depresi yang disertai agitasi. Tetrasiklik mempunyai efek samping otonomik dan kardiologik yang relatif kecil tetapi memiliki efek sedasi yang kuat. Oleh karena itu obat golongan ini dapat diberikan pada pasien yang kondisinya kurang tahan terhadap efek otonomik dan kardiologik atau pasien-pasien usia lanjut dan sindrome depresi dengan disertai anxietas dan insomnia. MAOIs memiliki efek samping hipotensis ortostatik yang relatif sering. Oleh karena itu jika diberikan pada pasien usia lanjut yang sering terbangun pada malam hari, kemungkinanan resiko jatuh yang menyebabkan trauma sangat besar sangat besar demikian juga kemungkinan jatuh pada perubahan posisi tubuh yang mendadak. Pemberian MAOIs sebaiknya dihindari pada usia lanjut.

SSRIs memiliki efek samping sedasi, otonomik dan hipotensi ortostatik yang minimal. Oleh karena itu dapat di anjurkan penggunaannya untuk semua pasien dari semua golongan umur dan untuk bermacam-macam tipe depresi, dapat dikatakan tidak ada kontra indikasi untuk pemberian SSRIs. Disamping itu obat ini mempunyai waktu paruh yang panjang sehingga pemberiannya cukup sehari sekali.

SSREs (Tioneptine) golongan ini tekah terbukti bebas dari efek samping kolinergik dibanding dengan antidepresan trisiklik lainnya dan bersifat non sedatif karena lemahnya ikatan dengan reseptor alfa adrenergik dan histaminilo. Kesemuanya itu membuat obat golongan ini mempunyai kepatuhan lebih baik. Oleh karena Tianeptin tidak di metabolisme melalui sitokrom P450 sehingga dapat memberikan keamanan yang tinggi bila dikombinasi dengan obat-obatan lainnya dan dapat diberikan pada pasien dengan serosi hepatis ataupun dengan insufisiensi fungsi hepar lainnya.

OBAT-OBATAN ANTI DEPRESAN

Golongan Zat Aktif dan Dosis Anjuran


Trisiklik (TCAs)

  • Amitriptilin 75-150 mg / hari
  • Imipramin 75-150 mg / hari
  • Clomipramin 75-150 mg / hari
  • Amineptin 100- 200 mg / hari
  • Opipramol 50-150 mg / hari


Tetrasiklik

  • Maprotilin 75-150 mg / hari
  • Amoxopin 200-300 mg / hari
  • Mainserin 30-60 mg / hari

Penghambat Mono Amine Okside (MAOIs)

  • Maclobemid 200-600 mg / hari

Selektive Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)

  • Elvatelin 20-40 mg / hari
  • Protetin 20-40 mg / hari
  • Setralin 50-100 mg / hari
  • Fluvotamin 50-100 mg / hari
  • Fluoxetin 10-20 mg/hari


  • Selektive Serotonin Reuptake Enhancer (SSREs) Tianeptine 20-40 mg / hari

VII. TERAPI DEPRESI

Penderita depresi perlu melakukan terapi secara tepat. Hal ini untuk
menghindari konsekuensi bila tidak mencapai kesembuhan. Konsekuensi yang
dimaksud yaitu: kendala psikososial berkepanjangan, memperburuk prognosis,
menambah beban pelayanan medis, meningkatnya risiko bunuh diri dan
penyalahgunaan
zat, serta meningkatnya risiko kekambuhan. Adapun tujuan terapi depresi adalah meningkatkan kualitas hidup, mengurangi atau menghilangkan gejala, mengembalikan peran dan fungsi, mengurangi risiko kekambuhan, serta mengurangi risiko kecacatan atau kematian. Namun, ada faktor yang memengaruhi hasil terapi, yakni pasien, masyarakat, dokter, dan obat. Pada pasien biasanya berupa ketidakpatuhan karena berbagai sebab satunya tidak peduli. Pada masyarakat atau lingkungan adalah karena mitos, kepercayaan, dan stigma. Dokter juga bisa memberi pengaruh yang tidak baik pada
hasil terapi, misalnya jika dokter kurang mengenali gejala depresi.
Sedangkan
pada obat, biasanya menyangkut efektivitas, efek samping, kemudahan, dan harga.
Khusus mengenai obat, penderita depresi sebaiknya menggunakan obat antidepresan yang sesuai dengan kondisi.

Antidepresan pada umumnya diberikan selama hingga 6 bulan. Pada beberapa kasus pasien dan dokternya memutuskan untuk menggunakan antidepresan lebih lama. Pemberian anti depresan pada minggu pertama dan ke dua pengobatan kadang tampak bertambah parah atau tampak memburuk yaitu timbul kecemasan atau bahkan sampai insomnia. Untuk mengatasi hal ini dapat ditambahkan obat golongan benzodiazepin misalnya alprazolam. Bila gejala-gejala psikotik muncul pemberian antipsikotik perlu dipertimbangkan misalnya haloperidol,olonzapine,dll.

-==-TERIMAKASIH-==-

Makalah ini disampaikan pada “Seminar Sehari “Kesehatan Jiwa” RSJD dr RM Soedjarwadi Klaten tanggal 2 Mei 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar